Penambangan Pasir Besi (Foto/Antara.com) |
Pantai Selatan Tasikmalaya merupakan salah satu obyek wisata alam, dengan daya tarik utama wisata bahari yang berada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Objek-objek wisata tersebar di sepanjang Pantai Cipatujah sampai Cikalong dengan melewati muara sungai-sungai yang cukup besar membuat panorama alam di sekitarnya sangat indah. Obyek wisata yang dijumpai bila menyusuri Pantai Selatan Tasikmalaya adalah Pantai Pamayangsari, Pantai Sindangkerta dan Pantai Karangtawulan yang memiliki eksotisme alam dengan fanorama pantai yang berbeda-beda.
Namun demikian, pengembangan obyek wisata Pantai Selatan Tasikmalaya sampai sekarang belum dilaksanakan secara maksimal, bahkan terkesan terabaikan. Padahal mulai terbukanya jalur transportasi yang menghubungkan wilayah-wilayah Jawa Barat Selatan, perkembangan obyek wisata Pantai Selatan Tasikmalaya diprediksikan akan berkembang dengan pesat.
Ironisnya, belum selesai dengan masalah pengembangan objek wisatanya, Pantai Selatan Tasikmalaya telah dirusak oleh penambangan pasir besi. Infrastrukturnya pun hancur, bibir pantai menjelma menjadi ladang penambangan yang membuat miris siapapun yang melihatnya. Jalan di sepanjang pantai mulai dari Cipatujah sampai Karangtawulan juga rusak berat. Aspal sudah tidak terlihat lagi dan berganti dengan gelombang tanah berlumpur.
Penyebab utama rusaknya jalan di sepanjang Pantai Selatan Tasikmlaya tersebut adalah truk pengangkut pasir besi. Puluhan truk bermuatan pasir besi dengan tonase yang berat, tiap hari lalu lalang di sepanjang jalan tersebut. Para penambang pasir besi ini mengangkut pasir dari kawasan Cipatujah, Bantarpari dan Kalapagenep untuk kemudian dikirim ke daerah Jawa Tengah.
Protes Masyarakat
Hancurnya infrastruktur jalan dan pantai telah membuat masyarakat jengkel dan marasa dirugikan. Berbagai aksi unjuk rasa dilakukan masyarakat menuntut penghentian penambangan yang telah banyak merugikan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Misalnya, kelompok masyarakat PAKIDULAN mengadakan unjuk rasa di Kantor DPRD Kabupaten Tasikmalaya menuntut agar kegiatan penambangan pasir besi di Pesisir pantai Selatan Tasikmalaya yaitu tepatnya di Desa Ciandum dan Desa Ciheras agar segera dihentikan.
Kemudian Perhutani Kabupaten Tasikmalaya telah melaporkan perusahaan yang melakukan penambangan pasir besi di daerah pesisir pantai selatan yaitu di Ciandum dan Ciheras, Kec. Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, ke Polda Jawa Barat. Laporan itu dikarenakan, penambang pasir besi yang dilakukan di kawasan hutan lindung milik Perhutani Tasikmalaya itu ilegal.
Upaya penutupan sementara penambangan pasir besi di wilayah Desa Pamayangsari, Kec Cipatujah oleh Dinas Pertambangan dan Energi dan DPRD Kabupaten Tasikmalaya. Namun tidak menyelesaikan masalah, bahkan memunculkan kelompok-kelompok masyarakat yang justru mendukung penambangan pasir besi di wilayah tersebut.
Baru-baru ini massa Relawan Masyarakat Peduli Tasikmalaya Selatan (Rampas) mendemo Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Mereka menuntut penghentian penambangan pasir besi di wilayah pesisir selatan Kab. Tasikmalaya. Terutama di daerah Cibalong, Cipatujah, Pamayang, Cimanuk, dan Ciheras. "Jika tidak ditutup, akan menimbulkan masalah baru karena sudah jelas menjadi ancaman bagi kelangsungan kehidupan warga Tasikmalaya Selatan. Ekosistem dan lingkungan hidup rusak. Bisa saja wilayah kami tenggelam," ujar Rahmatillah Koordinator Lapangan aksi tersebut. Rahmat mensinyalir ada oknum-oknum pejabat yang terlibat dalam penambangan pasir besi tersebut. Selain itu, mereka tegas menolak pembangunan dermaga di Tasikmalaya Selatan karena dinilai mempermudah transportasi pengangkutan pasir besi. "Masyarakat sudah memohon perlindungan kepada pemerintah. Sayangnya, pemerintah terkesan membela penambang pasir," ujarnya lagi. (Pikiran Rakyat/PR, 16/03/2011).
Lingkungan Rusak
Menurut Prof. Dr. Ir. Widyo Nugroho Sulasdi, kegiatan penambangan pasir besi dengan cara atau metode apapun, akan merusak lingkungan pesisir pantai. Fungsi pasir besi yang ada di pantai, lanjutnya, mampu meredam laju gelombang. Selain itu juga akan dapat mencegah atau menghambat abrasi pantai. Dia mengungkapkan banyaknya penambangan pasir besi, lebih banyak menguntungkan negara lain. Misalnya saat ini Cina sedang membutuhkan banyak pasir besi. Bahan mentah tersebut dimanfaatkan untuk membuat besi bagi kepentingan industrinya. "Jangan sampai Cina yang untung, sementara lingkungan menjadi rusak. Banyak sekali hal yang harus dipertimbangkan sebelum mengeluarkan ijin pertambangan," tuturnya. (PR, 19/03/2011).
Sementara menurut Kepala Bidang Kelautan, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tasikmalaya, Rita Setiawati, penambangan pasir besi secara ilegal dan tidak terawasi di beberapa titik pantai laut Selatan Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, mengancam kerusakan terumbu karang. "Penggalian pasir besi di pantai tampaknya berpengaruh pada terumbu karang yang ada disekitarnya," katanya. Rita pantas merasa khawatir sebab menurutnya laut di Pantai Selatan Kabupaten Tasikmalaya yang memiliki panjang 52,5 km, telah mengalami kerusakan terumbu karang sebesar 15 persen. Salah satu efeknya dengan adanya eksplorasi pasir besi akan berdampak kerusakan terumbu karang tempat hidupnya ikan. Keberadaan laut dan pantai, diharapkan dapat dijaga seperti layaknya menjaga pekarangan rumah sendiri dengan dirawat agar tampak bersih dan asri serta selalu menjaga kelestarian lingkungan.
Sedangkan Menurut anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Supardiyono Sobirin, penambangan pasir yang ada di pantai selatan Jabar cenderung hanya ke arah negatif. Hal ini dilihat dari keuntungan pendapatan asli daerah yang didapat kerap tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan.
Sobirin menuding bahwa langkah eksploitasi atau eksplorasi ke depannya akan merusak lingkungan sekitar. Dengan mengeruk pasir terlalu banyak dikhawatirkan akan membahayakan daerah di sekitar penambangan. Ia menambahkan, bila dengan ditanami bakau, kawasan itu pasti menjadi daerah cukup aman dari gelombang pasang atau tsunami.
Kekhawatiran senada diungkapkan Budi Brahmantyo, dosen Departemen Teknik Geologi Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral Institut Teknologi (ITB) Bandung. Menurut dia, dengan melakukan tambang terbuka, pasti ada perubahan lingkungan di sekitarnya, baik tehadap kualitas air maupun produksi mata air. "Tanpa eksplorasi, selain untuk keamanan daerah pesisir, lingkungan di sekitarnya bisa juga dimanfaatkan untuk pertanian, perkebunan, atau pariwisata," kata Budi.
Sumber Tulisan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar