Senin, 18 April 2011

Indonesia, Dangerously Beautiful..!

Sticker (Foto/devy syahbana/netsains.com)
Indonesia, Dangerously Beautiful..! Sebuah sticker menempel di warung Pa Im & Bu Im di kaki gunung Ijen. Sangat mudah untuk mengenali betapa indahnya negeri kita tercinta ini. Namun mungkin beberapa di antara kita belum mengenali betapa besar pula potensi bencana yang negeri kita miliki. Melalui mitigasi, potensi bencana memungkinkan untuk dikurangi sehingga kita hanya akan menikmati manfaatnya. Sebelum upaya mitigasi ini dilakukan, terlebih dahulu kita harus mengenal terlebih dahulu potensi bencana yang ada di sekitar kita. Apakah kita sudah mengenali potensi bencana yang ada di sekitar kita?

Posisi negeri kita  terletak di pertemuan 3 lempeng tektonik utama dunia (triple junction). Pergerakan aktif ketiga lempeng ini lah yang menyebabkan negeri kita menjadi rawan terlanda gempabumi, tsunami, dan letusan gunungapi. Tercatat ada 129 gunungapi aktif Tipe A (gunungapi yang pernah meletus sedikitnya sekali setelah tahun 1600) yang ada di Indonesia dan 78 diantaranya diamati secara menerus oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

Ternyata begitu banyak gunungapi yang kita miliki. Kita akhirnya memahami bahwa sebagian besar negeri ini memiliki potensi bencana letusan gunungapi. Sejarah mencatat bahwa letusan gunungapi dapat mengakibatkan bencana yang luar biasa besar. Mari kita tinjau beberapa letusan gunungapi yang pernah terjadi di Indonesia dan mengakibatkan banyak korban.

Tambora. Dalam sejarah manusia, letusan gunungapi terdahsyat di dunia yang pernah ada, terjadi di Indonesia. Ya, letusan gunungapi Tambora di pulau Sumbawa yang terjadi pada 10 April 1815. Jika ukuran besarnya gempabumi dinyatakan dengan skala Richter, maka ukuran besarnya letusan gunungapi dinyatakan dengan VEI (Volcanic Explosivity Index). Saat itu, letusan gunungapi Tambora memiliki VEI 7 (dari maksimum 8, dan Letusan Toba di Sumatera Utara pada jaman pra-sejarah memiliki VEI 8). 150 milyar meter kubik material letusan dihempaskan. Suara letusannya terdengar hingga di Pulau Bangka (jauhnya sekitar 1.500 km), Bengkulu (1.775 km), dan langit di atas Madura (500 km) gelap selama tiga hari. Tubuh Gunung Tambora terbuang 1.400 meter tingginya sehingga tertinggal 2.800 meter. Dari data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), diperkirakan saat itu letusan telah mengakibatkan 92.000 jiwa melayang. Aliran piroklastik (awan panas) mengalir hingga ke tepian pantai pulau Sumbawa dan mengakibatkan tsunami. Bahkan letusan ini memberikan efek global, abu vulkanik yang tertahan di atmosfer menyebar hampir ke seluruh bagian bumi, mengakibatkan sinar matahari terhalang. Akibatnya, suhu di bumi mengalami penurunan.

Masa ini kemudian dikenal dengan nama "Year Without Summer", atau "Tahun tanpa musim panas", juga dikenal sebagai Poverty Year (Tahun Kemiskinan), Year There Was No Summer and Eighteen Hundred and Froze to Death, ini terjadi pada tahun 1816. Penyimpangan iklim musim panas menghancurkan panen di Eropa Utara, Amerika timur laut dan Kanada timur. Syair Kerajaan Bima (Le Poème du royaume de Bima) menuliskan "Bunyi bahananya sangat berjabuh. Ditempuh air timba habu. Berteriak memanggil anak dan ibu. Disangkanya dunia menjadi kelabu". Setelah letusan 1815, letusan lebih kecil terjadi pada 1819, 1880, dan 1967. Saat ini aktivitas gunungapi Tambora adalah Aktif Normal (Level I).

Krakatau. Letusan gunungapi Krakatau di Selat Sunda yang terjadi pada 27 Agustus 1883 memiliki VEI 6. Material letusan sebanyak 20 milyar meter kubik dihempaskan dan memicu terjadinya tsunami di Lampung dan jawa bagian barat. Kota Merak saat itu hancur oleh tsunami setinggi 46 meter. Bahkan aliran piroklastik (awan panas) melaju sejauh 40 kilometer hingga pantai pulau sumatera. Letusannya terdengar hingga jarak 4800 kilometer. Akibat letusan ini tercatat lebih dari 36.000 jiwa melayang. Seperti Tambora, efek letusan Krakatau juga global. Abu vulkanik menyebar ke hampir seluruh belahan bumi. Gelombang tsunami (kecil) juga terekam sampai di Selat Inggris.

Akibat letusan 1883, Gunung Danan dan Perbuwatan musnah dan kini aktivitas Krakatau berpusat di Gunungapi Anak Krakatau. Saat ini, Krakatau berada pada status Waspada (Level II). Saat ini setiap harinya Anak Krakatau meletus hingga ratusan kali.

Kelud. Gunungapi Kelud di Jawa Timur adalah salah satu gunungapi aktif yang menyebabkan banyak kematian di Indonesia. Gunungapi ini telah meletus 30 kali sejak tahun 1000. Letusan besar gunungapi Kelud yang terjadi pada 19 Mei 1919 memiliki VEI 4. Material letusan sebanyak 190 juta meter kubik dihempaskan. Lebih dari 5000 jiwa melayang utamanya akibat aliran lahar letusan. Letusan besar lainnya pernah terjadi pada 10 Februari 1990 dimana 130 juta meter kubik material letusan dihempaskan dengan ketinggian kolom letusan mencapai 7 km. Akibat letusan ini setidaknya 30 orang menjadi korban jiwa. Letusan terakhir terjadi pada Oktober 2007. Berbeda dengan letusan sebelumnya yang dikenal sangat eksplosif, letusan 2007 cenderung efusif dan menghasilkan kubah lava (lava dome) yang tumbuh di kawah danaunya. Hal ini menjadi pelajaran baru bagi peneliti gunungapi bahwa ternyata tipe letusan gunungapi dapat berubah dari letusan sebelumnya. Saat ini aktivitas gunungapi Kelud adalah Aktif Normal (Level I).

Galunggung. Letusan besar Gunung api Galunggung di Tasikmalaya pernah terjadi pada 8 Oktober 1822 dengan VEI 5. Letusan Galunggung mengakibatkan hujan pasir kemerahan yang sangat panas, abu halus, awan panas, serta aliran lahar. Aliran lahar bergerak ke arah tenggara mengikuti aliran-aliran sungai. Letusan ini mengakibatkan 4.011 jiwa melayang dan menghancurkan 114 desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur dan selatan sejauh 40 km dari puncak gunung. Letusan besar lainnya terjadi pada 5 April 1982 dengan VEI 4. 370 juta meter kubik material letusan dimuntahkan. Letusan Galunggung ini disertai suara dentuman, pijaran api, dan kilatan halilintar. Kegiatan letusan berlangsung selama 9 bulan.

Selama periode letusan ini, sekitar 68 orang meninggal, namun tercatat bahwa sebagian besar karena sebab tidak langsung (kecelakaan lalu lintas, usia tua, kedinginan dan kekurangan pangan). Langit di kota Bandung saat itu menjadi gelap di siang hari. Abu vulkanik akibat letusan Galunggung ini pernah mengakibatkan matinya keempat mesin turbin pesawat terbang British Airways dan tiga mesin turbin pesawat Singapore Airlines. Beruntung walau mesinnya sempat mati dan mengakibatkan pesawat turun, kecelakaan dapat dihindari karena mesin turbin kembali hidup. Saat ini aktivitas Gunungapi Galunggung adalah Aktif Normal (Level I).

Merapi. Gunung api Merapi adalah gunungapi paling sering meletus di Indonesia dengan perioda letusan rata-rata 2 hingga 6 tahun sekali. Pada 4 Agustus 1672, Merapi meletus dengan VEI 3. Aliran piroklastik (awan panas) dan lahar yang menjadi ciri khas letusan Merapi telah mengakibatkan sekitar 3000 jiwa manusia melayang. Letusan merapi lainnya yang merenggut banyak korban jiwa terjadi pada 25 November 1930. Letusan ini memuntahkan tephra sebanyak 1,7 juta meter kubik dan lava sebanyak 25 juta meter kubik. Akibat letusan ini setidaknya 1369 jiwa melayang.

Saat ini gunungapi Merapi masih dalam perioda letusan. Letusan kali ini terhitung paling dahsyat dalam sejarah letusannya. Hingga kini sudah lebih dari 100 jiwa melayang termasuk Mbah Maridjan “Juru Kunci” Merapi yang tinggal di Kinahredjo (~5km dr puncak Merapi). Letusan besar Merapi ini energinya 3 kali lebih besar dari letusan 2006 (yang menewaskan 2 orang). Kolom letusan mencapai ketinggian 7 kilometer lebih. Jarak tempuh aliran piroklastik (awan panas) pun mencapai belasan kilometer. Memang terasa bahwa letusan Merapi kali ini di luar dugaan.

Namun jika melihat sejarah, letusan Merapi yang sangat besar seperti saat ini mungkin pernah terjadi sebelumnya. Dari sejarah, pada abad ke 10 hingga 15, peradaban di jawa tengah (Mataram) saat itu musnah. Dalam catatan sejarah dituliskan bahwa hal ini dikarenakan serangan dari Sriwijaya. Namun melihat musnahnya peradaban hingga 400an tahun, mengundang pertanyaan di benak kita. Mungkin, letusan Merapi lah yang mengakibatkannya. Menurut data yang dihimpun di lapangan, saat ini aktivitas letusan masih belum mengalami penurunan, oleh karena itu kewaspadaan dan kesadaran harus tetap dijaga sehingga jumlah korban letusan Merapi tidak semakin bertambah.

Selain gunungapi di atas, masih banyak gunungapi lainnya yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban jiwa. Di antaranya adalah letusan gunungapi Papandayan di Garut tahun 1772 (2957 korban jiwa), letusan gunungapi Awu di kepulauan Sangihe tahun 1711 (3000 korban jiwa), tahun 1856 (2806 korban jiwa), tahun 1892 (1532 korban jiwa), letusan gunungapi Agung di Bali tahun1963 (1148 korban jiwa), dll.

Melihat fakta bahwa telah banyak jiwa yang melayang akibat letusan gunungapi, rasanya kita perlu lebih mengenal alam dan potensi bencana di sekitar kita. Tidak melulu menunggu berita tersaji di televisi saat gunungapi meletus, namun mengenalnya jauh lebih dekat lagi sehingga kita mengerti dan menyadari apa yang harus dilakukan sebagai bentuk kewaspadaan kita. Jika turis asing saja banyak berkunjung untuk mengenal gunungapi di Indonesia, kita sebagai bangsa Indonesia yang tinggal berdampingan dengan gunungapi rasanya malu jika tidak lebih mengenalnya.

Gunung api aktif tidak melulu berbahaya, kita bisa mengunjunginya saat statusnya Aktif Normal. Seluruh gunungapi aktif di Indonesia dimonitor secara kontinyu 24 jam oleh Pos Pengamatan Gunungapi di seluruh Indonesia. Petugas pos akan dengan senang hati jika dikunjungi untuk sekedar ditanyai mengenai sejarah dan aktivitas gunungapi yang diamatinya.

Tulisan di atas jauh dari keinginan untuk menakut-nakuti. Sebaliknya, saya justru berharap kita semua menjadi semakin penasaran untuk mengenal gunungapi lebih dekat lagi karena kita hidup berdampingan dengannya. Rasanya menyedihkan jika kita hanya mengenal dunia sekedar dari layar kecil berbentuk komputer dan telepon genggam. Kita akan mengenalnya jauh lebih baik jika kita secara langsung melihatnya, menyentuhnya, menginjaknya, dan menikmati pengalaman bercengkrama dengannya yang pasti akan jauh berbeda dari apa yang kita dapat di kehidupan perkotaan. Jadi, mari kita kenali gunung di sekitar kita! Mari kita nikmati manfaatnya namun tetap waspada! Mari berpetualang!

Tidak ada komentar: